Sebuah Memori

Memori di masa lalu selalu membayangi, ia datang dan pergi seperti awan mendung di musim hujan. Ia selalu menggantung, mencengkram, dan mencekik nafas sehingga hidup tak dapat lagi bebas. Memori selalu datang dan pergi, layaknya penunggang kuda yang sombong di hamparan hijau padang stepa Kaukasia. Muncul dan menghilang sekenanya, tak ada yang mampu mencegahnya, tak ada yang mampu memperhitungkannya. Ia  datang membayangi langkah kehidupan, membuatnya berat, terseret-seret, dan terluka.

Memory

Memori yang kejam, memori yang berduka. Dia adalah entitas panjang, perpaduan antara pengalaman dan pergumulan batin. Lekat bagai lem yang tak mau terlepas. Menguak segala duka, lara, dan rasa sakit yang pernah ada di hadapan mata. Ia datang di dalam mimpi-mimpi paling indah dan juga di dalam mimpi-mimpi paling buruk. Menguras segala emosi dan air mata, sementara itu batin pun terus saja berkata “Mengapa kau selalu datang, mengapa kau tidak mau menghilang?”

Sekelumit memori, ia hanya sekelumit memori, namun bekasnya tak mau hilang. Sekuat apapun mencoba, sejauh apapun menghindar, ia akan selalu datang dengan cara-caranya yang baru. Memori-memori yang telah begitu panjang, seharusnya telah begitu jauh meninggalkan. Namun ia selalu datang, selalu datang kembali dengan caranya yang baru. Apakah memori itu adalah karma? Apakah sebuah kesalahan telah menjadikan ia begitu kejam?

Continue reading